Rabu, 29 Oktober 2008

TK part-4 (metode belajar anak TK)

Perencanaan Pembelajaran Seni Rupa di Taman Kanak-kanak

Posted on 07.01.08 7:36AM under TK/RA/BA/Play Group

Perencanaan Pembelajaran Seni Rupa

di Taman Kanak-kanak


Sebagai guru Taman Kanak-kanak Anda penting memperhatikan bahwa bagi anak-anak TK bukan hasil karya yang diutamakan namun pengalaman belajar yang menyenangkan dan kaya eksplorasi yang dibutuhkan anak.

Pengalaman ini akan menimbulkan kesan yang mendalam dan memberikan kesenangan, kepuasan dan kenyamanan. Hal ini dimungkinkan karena program kegiatan seni bersifat fleksibel.

Rasa percaya diri adalah faktor utama dalam mencapai kesenangan dan kesuksesan dalam pengalaman seni anak.

Berbagai stimulus yang dapat diberikan untuk anak-anak balita agar mereka termotivasi berkreasi seni antara lain: menyediakan material seni yang mudah dikuasai, menyediakan ruang yang nyaman untuk berkarya, dan memberi kebebasan anak untuk mengeksplorasi materi seni sesuai keinginannya.

Tema yang disenangi anak-anak TK dalam berkarya seni rupa biasanya bersumber dari realitas dunia anak, misalnya anggota keluarga, lingkungan bermain, alat permainan, hewan peliharaan atau kesayangan, dongeng yang diceritakan guru, sirkus, kebun binatang, kolam renang, taman bermain dan sebagainya.

Suatu pengkajian terhadap gambar anak menunjukkan hasil bahwa gambar anak dapat diklasifikasi dalam 4 kategori yakni:

Gambar spontan: yakni gambar yang dibuat atas inisiatif anak sendiri sebagai suatu kegiatan bermain.

Gambar bebas atau sukarela: yakni gambar yang dibuat atas permintaan guru atau orang tua atau teman namun tema dan objek gambar dipilih sendiri oleh anak.

Gambar terarah: yakni gambar yang tema/topiknya sudah diarahkan.

Menyalin gambar atau melengkapi gambar: yakni gambar yang telah disiapkan contohnya dalam format Lembar Kerja Siswa.

Situasi/kondisi yang dapat memotivasi anak dalam berkarya dapat dilakukan melalui bermacam-macam metode pembinaan, antara lain: Metode pembinaan ekspresi, metode pembinaan kreativitas, metode pembinaan sensitivitas.

Pembinaan ekspresi merupakan pembinaan proses pengungkapan perasaan termasuk ungkapan jiwa. Pembinaan ekspresi meliputi dua hal:

Memberikan rangsangan kepada anak untuk mengaktifkan pengungkapan jiwa dengan cara:

Pendekatan langsung pada alam dan peristiwa-peristiwa di luar kelas, misalnya: mengenal proporsi, bayangan, mengenal bermacam-macam aroma, tekstur.

Pembangkitan minat berdasarkan pengalaman anak.

Melatih keberanian, spontanitas dan keterampilan menggunakan bermacam-macam media ungkap, sebagai saran mengekspresikan perasaan jiwa, dengan cara:

Eksplorasi: kegiatan menjelajah, mencoba-coba ide atau material lain.

Eksperimen: kegiatan menemukan hal-hal baru yang didapat dalam proses mencoba berbagai media ungkap.

Pembinaan kreativitas, bisa diartikan dengan kemampuan mencipta, menanggapi persoalan, memiliki keaslian serta memiliki kemampuan berpikir secara menyeluruh.

Pembinaan sensitivitas berarti kepekaan rangsangan dari luar yang diserap melalui pancaindra. Cara membina sensitivitas dapat ditempuh melalui:

Latihan melihat/mengamati sesuatu, misalnya mengamati macam bentuk, warna, tekstur, kemudian diserap oleh anak-anak sehingga menimbulkan berbagai tanggapan dan perasaan.

Latihan meresponss pengalaman sensori, misalnya mengenali karakter macam-macam tekstur dengan meraba permukaan sesuatu benda.

Mempelajari, menganalisis susunan sesuatu, misalnya: mula-mula anak mengamati susunan benda (objek) kemudian diteruskan dengan menganalisis kondisi, karakter objek, selanjutnya dicoba mengungkapkan hasil pengamatan itu.

Metode pembinaan keterampilan. Keterampilan di sini meliputi segala macam teknik penggunaan serta pengenalan alat-alat atau media ungkap seni rupa.

Apresiasi seni adalah kesadaran akan nilai-nilai seni. Kesadaran ini meliputi pemahaman, penghayatan, dan kemampuan untuk menghargai karya seni.

Proses Penciptaan Karya Seni Rupa di Taman Kanak-kanak

Dalam proses penciptaan karya seni rupa di Taman Kanak-kanak ada 4 kategori sebagai berikut.

Mengamati (seeing), yang memberi kesempatan/peluang untuk mengembangkan kepekaan persepsi (perceptual awareness) melalui kegiatan mengembangkan kemampuan pengamatan kritis.

Merasakan (feeling), yang memberi peluang untuk mengembangkan “respons estetis” (Aesthetic awareness) melalui kegiatan apresiasi dan pengembangan kepekaan penilaian estetis.

Berpikir (thinking), yang memberi peluang untuk mengembangkan “kemampuan mengevaluasi dan mengapresiasi”, melalui evaluasi objektif dan diskriminasi/perbedaan personal.

Melakukan (doing), yang memberikan peluang untuk mengembangkan keterampilan (skills) “memanipulasi alat dan media” dalam menghadirkan “visual - form” (bentuk-bentuk visual) yang merupakan ungkapan emosi, gagasan dan perasaan.

Proses penciptaan karya seni rupa melalui berpikir (thinking), bisa diartikan dengan kemampuan mengevaluasi dan mengapresiasi.

Menggambar adalah media yang paling ekspresif, yang dengan langsung dapat mengungkapkan gagasan serta ide dari dalam diri seorang anak secara bebas.

Dalam membuat lukisan dengan jari hal utama yang perlu diperhatikan adalah penggunaan cat yang khusus. dalam hal ini Anda dapat membeli cat-jari atau membuatnya sendiri.

Sebelum membuat lukisan dengan jari, sebaiknya kertas dibasahi terlebih dahulu, agar cat dapat mengalir dengan baik.

Alat lain yang dapat dilakukan untuk anak TK dalam membuat gambar yaitu dengan sedotan, yang berguna sebagai pengganti kuas.

Konstruksi dibangun dengan merekatkan batang-batang ice cream yang disusun tumpang tindih.

Persilangan susunan batang-batang ice cream membangun dimensi bidang yang berirama gerak ke segala arah. Hal ini dapat melatih anak dalam mengenal makna hubungan, gerak, irama, dan bidang.

Rancangan Pembelajaran Seni di TK

Pengembangan kurikulum Nasional Pendidikan Seni di TK berdasarkan (1) Kompetensi dasar, (2) Konsep pembelajaran terpadu dengan kompetensi lintas kurikulum.
Pembelajaran terpadu seni di TK dapat dilakukan dalam beberapa model, keterpaduan belajar antarbidang seni dengan melihat keterpaduan bidang kemampuan yang satu dengan yang lain.
Dalam proses pembelajaran seni TK diusahakan agar anak memperoleh beragam pengalaman baik dalam bidang seni maupun bukan bidang seni.

Evaluasi Pembelajaran Seni

Evakuasi pendidikan seni meliputi aspek: intelektual, perseptual, emosional, sosial, fisik, kreativitas dan estetika.
Penilaian diperoleh melalui: catatan harian, wawancara dengan anak dan orang yang dekat dengan anak (orang tua atau pengasuh) dan portofolio.
Laporan hasil penilaian berbentuk uraian.

Apresiasi Seni di TK

Apresiasi seni adalah kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya. Apresiasi berarti pula penghargaan terhadap sesuatu, dalam hal ini penghargaan terhadap pelaku seni dan karya seni. Apresiasi seni harus ditumbuhkan dan dikembangkan pada anak.
Cara menumbuhkan apresiasi

Seni musik: mendengarkan, bereksplorasi, bermain musik dan bernyanyi.

Seni tari : mendengar, melihat, melihat dan mendengarkan, bereksplorasi dan menari.

Seni rupa : melihat, eksplorasi, membuat/mencipta.

Pada waktu menonton pagelaran musik dan tari serta pameran seni rupa diperlukan mematuhi tata tertib. Tata tertib perlu ditanamkan pada anak dengan beberapa cara, antara lain:

memberikan pengertian agar tidak mengganggu pagelaran;

berbisik di telinga anak apabila ingin menyampaikan pesan, demikian sebaliknya;

menyiapkan diri anak sebelum pagelaran dimulai agar menonton dengan perut terisi.

Kesadaran estetik seni adalah muara pendidikan seni yang dapat ditumbuhkan sejak usia dini sesuai dengan perkembangan anak, antara lain melalui apresiasi seni. Kesadaran estetika seni dipengaruhi faktor budaya, sosial ekonomi, pengaruh media masa, dan kemampuan berpikir fleksibel.

Sumber buku Metode Pengembangan Seni Karya Pekerti, Widia dkk.

TK Islam Al Syukro mengacu pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional

Kurikulum
Kurikulum KB-TK Islam Al Syukro mengacu pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional terbaru yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk TK dan RA tahun 2004 yang diimplementasikan dalam metode "Belajar Sambil Bermain" dengan enam sentra pengembangan melalui pendekatan Beyond Centers Circle Times (BCCT) atau dalam bahasa Indonesianya adalah lebih jauh tentang sentra dan saat lingkaran.
Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, sentra makro dan mikro, balok, imtaq, seni dan sentra bahan alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasan anak. Anak dituntut aktif dan kreatif dalam kegiatan di sentra-sentra.
Melalui pendekatan kurikulum hingga tahun ke-12, Al Syukro menyiapkan system pembelajaran berkesinambungan, di mana murid dapat maju secara bertahap, berkelanjutan dan konsisten dalam pendidikannya seiring dengan perkembangan dan kedewasaan psikologis anak. Melalui keterpaduan kurikulum dan metode yang digunakan, murid, orang tua dan guru dapat memperoleh kejelasan tentang proses kegiatan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai murid di sekolah.
Pendekatan ini akan memberikan kelonggaran guru untuk menentukan metoda yang paling tepat dan menantang para siswa untuk mencapai hasil belajar seoptimal mungkin. Sekolah dan guru menggunakan kurikulum ini untuk mengembangkan pembelajaran dan program pengajaran sesuai dengan kebutuhan murid, keadaan sekolah dan tuntutan kehidupan.

Prinsip-prinsip Filosofi Pendidikan
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak Islam Al Syukro, menerapkan dua prinsip pendidikan, yaitu :

1. Meletakkan pendidikan pada empat pilar belajar :
a. Learning How to Know
Adalah belajar untuk mengenal cara memahami dan mengkomunikasikan sesuatu yang dipelajari.
b. Learning How to Do
Adalah menumbuhkan kreativitas, produktifitas, ketangguhan dan profesionalisme, menguasai
kompetensi menghadapi situasi yang senantiasa berubah.
c. Learning How to Be
Pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi,
kesadaran estetik, disiplin dan tanggung jawab.
d. Learning How to Live Together
Pemahaman hidup selaras, seimbang nasional maupun internasional dengan menghormati nilai
spiritual dan tradisi dalam kebhinekaan.

2. Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan di era global ini hendaknya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Karena
kualitas SDM akan menentukan kualitas suatu bangsa. Dan kualitas suatu bangsa akan
menentukankeberlangsungan hidup bangsa tersebut yang terus berubah seiring dengan
perubahan zaman menuju ke masyarakat - industrial. Masyarakat modern - industrial akan
berkembang pesat jika ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas, informasi dan teknologi
canggih. Perubahan ini akan berdampak pada generasi muda yang perlu dipersiapkan untuk
belajar terus menerus.

Pengembangan Kemampuan Leadership
Disamping kedua prinsip pendidikan seperti tersebut di atas, KB/TK Islam Al Syukro juga mengembangkan kemampuan leadership murid
yang antara lain meliputi :
a. Kemampuan untuk memahami diri sendiri / self understanding
b. Kemampuan keterampilan berkomunikasi / communication
c. Kemampuan menerima dan diterima orang lain / getting along with others
d. Kemampua belajar cara belajar / learning to learn
e. Keterampilan membuat keputusan / making decision
f. Keterampilan mengelola / managing
g. Bekerja dalam kelompok / working with groups
Kegiatan ini terintegrasi dalam kegiatan bermain sambil belajar terutama dalam kegiatan bermain di sudut pengembangan.

METODE “BERMAIN SAMBIL BELAJAR”
Dengan sarana Bermain Sentra Pengembangan

A. Konsep Bermain Sambil Belajar Integrasi Pendidikan Agama Islam Melalui Aplikasi Ilmu Pengetahuan Dan Tehnologi
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa kegiatan bermain/permainan adalah kebutuhan yang sangat vital bagi anak. Anak secara sadar atau tidak sadar akan belajar banyak hal, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepribadian anak dikemudian hari.
Berdasarkan pemahaman inilah, Ibu Hj. Nibras OR Salim melakukan pembaharuan dalam metode dan system pendidikan untuk anak usia prasekolah. Beliau melakukan observasi, uji coba, menyusun konsep dan mengaplikasikannya di Taman Kanak-kanak Islam Masjid Istiqlal. Dan KB – TK Islam Al Syukro sebagai sekolah binaan dari TK Masjid Istiqlal menggunakan metode yang sama.
Metode ini akan terus dikembangkan dan disebarkan sebagai metode terbaik dan tepat untuk pembelajaran anak usia prasekolah diseluruh Indonesia. Metode yang mampu menggabungkan konsep pembelajaran pengembangan kemampuan dasar anak dan penanaman jiwa agama (religiusitas) anak sejak dini.
Metode pembelajaran tersebut adalah: “Bermain Sambil Belajar Dengan Sarana Bermain Enam Sentra Pengembangan Integrasi Pendidikan Agama Islam Melalui Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi”.
Metode “Bermain Sambil Belajar Integrasi Pendidikan Agama melalui Ilmu Pengetahuan dan tehnologi” tersebut adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara bermain yang terintegrasi Pendidikan Agama melalui aplikasi ilmu pengeatahuan dan tehnologi.
Dengan Moving Class system, kegiatan bermain dilakukan dengan cara berpindah ruang atau sudut sesuai dengan jadwal perputaran sudut yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kejenuhan anak dalam bermain dan belajar. Dengan pola dan media permainan yang beragam dan lebih variatif akan memotivasi kreativitas anak berkembang lebih optimal.
Metode pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah dalam berdaya pikir, berdaya cipta, berbahasa, berketrampilan dan mengapresiasi seni baik seni musik, tari maupun suara serta dalam berkegiatan bermain serta berinteraksi sosial anak sehari-hari.
Kegiatan pengembangan dilaksanakan dalam sentra-sentra pengembangan yang dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu, yaitu :
1. Sentra Persiapan Karunia Allah SWT
2. Sentra Ibadah Karunia Allah SWT
3. Sentra Main dan Peran Allah SWT
4. Sentra Balok Karunia Allah SWT
5. Sentra Kreatifitas dan Seni Karunia Allah SWT
6. Sentra Bahan Alam Karunia Allah SWT
Hal ini untuk memudahkan guru dalam pencapaian tujuan dan target pengembangan yang telah ditentukan/direncanakan seoptimal mungkin.
Dalam setiap kegiatan sentra bermain, anak harus bermain bersama untuk setiap jenis permainan minimal dua orang. Hal ini dimaksudkan agar anak memiliki teman bicara dan berdiskusi dalam rangka pengembangan bahasa dan aspek perkembangan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan belajar mengajar dikelola oleh seorang guru yang menguasai bidang pengembangan tertentu. Satu kelompok belajar terdiri max 12 anak. Guru terbagi dalam dua kategori tugas, yaitu:
* Guru kelompok bertugas mengumpulkan data/hasil perkembangan anak setiap harinya dari setiap sudut pengembangan dan melaporkannya kepada orang tua murid.
Bertanggungjawab dalam kegiatan materi pagi, yang meliputi: do’a sehari-hari, pengenalan surat-surat pendek, pembahasan tema, pengenalan huruf dan angka, pengenalan huruf Al Qur’an serta pembacaan cerita.
* Guru sentra menangani semua kelompok secara bergiliran. Bertugas mengatur dan menfasilitasi kegiatan pembelajaran dan bertanggung jawab pada sudutnya masing-masing.
Pemanfaatan sudut pengembangan tidak mutlak seluruhnya harus digunakan. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Yang terpenting bahwa dalam setiap kegiatan bermain harus terintegrasi pendidikan agama dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

B. Perputaran Sentra
Perputaran sudut adalah perputaran ruang bermain anak. Perputaran ini diatur secara bergiliran antar kelompok sesuai dengan kelompok usia, agar tidak terjadi perbenturan waktu bermain sehingga anak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seluruh kegiatan bermain di semua sudut dalam hari-hari sekolahnya.

TK part-3 (metode belajar anak TK)

Pengembangan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini Melalui Metode Glenn Doman

Selasa, 1 Juli 2008 18:34:59 - oleh : admin

Pendahuluan

Persoalan membaca, menulis, dan berhitung atau calistung memang merupakan fenomena tersendiri. Kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali keterampilan calistung.

Kekhawatiran orang tua pun makin mencuat ketika anak-anaknya belum bisa membaca menjelang masuk sekolah dasar. Hal itu membuat para orang tua akhirnya sedikit memaksa anaknya untuk belajar calistung, khususnya membaca. Terlebih lagi, istilah-istilah “tidak lulus”, “tidak naik kelas”, kini semakin menakutkan karena akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas.

Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar. Kegiatan yang dilakukan di taman kanak-kanak pun hanyalah bermain dengan mempergunakan alat-alat bermainedukatif. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung tidak diperkenankan di tingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan angka-angka, itu pun dilakukan setelah anak-anak memasuki TK B.

Akan tetapi, pada perkembangan terakhir hal itu menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah dasar sulit diikuti jika asumsinya anak-anak lulusan TK belum mendapat pelajaran calistung.

Karena tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca dan menulis sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami kesulitan.

Perkembangan keterampilan membaca

Belajar membaca mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima tahapan dalam perkembangan kemampuan membaca, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.

Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam alfabet. Kemudian pada saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “membaca” beberapa kata, seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.” Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini karena seringnya melihat di televisi atau pun di sisi jalan serta meja makan. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini dikarenakan pengaruh acara televisi anak seperti “Sesame Street.”

Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata. Kemampuan ini diikuti dengan tahap kedua pada kelas dua dan tiga, di mana anak sudah belajar membaca dengan fasih. Di akhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.

Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8. Anak-anak pada tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis, dan ini direfleksikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di kelas ini diharapkan belajar dari buku yang mereka baca. Jika anak belum menguasai “ how to” membaca ketika kelas empat, maka kemajuannya membaca untuk kelas selanjutnya bisa terhambat.

tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan kemampuan baca yang sangat fasih. Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi bacaan dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca.

Emergent Literacy

Kendati kebanyakan anak belajar membaca di sekolah, namun sebagian besar anak belajar tentang membaca di rumah. Mereka belajar simbol tertulis sesuai dengan bahasa tutur ketika menyampaikan arti kepada orang lain.

Tapi kebanyakan anak pra-sekolah tidak membaca—tidak benar benar membaca. Mereka mungkin dapat mengidentifikasi Coca-Cola, Burger King, atau tanda Fruit Loops ketika melihatnya, tapi ini bukan benar-benar membaca. Kendati demikian, apa yang dipelajari anak selama berbicara dengan orangtua tadi adalah kemampuan menyusun tahap membaca yang sebenarnya. Gagasan bahwa ada kontinum perkembangan kemampuan membaca, dari anak usia pra-sekolah hingga yang sudah menjadi pembaca fasih, dikatakan sebagai emergent literacy.

Whitehurst dan Lonigan (199 8)mencatat sembilan komponen emergent literacy, sebagai berikut.

1. Language: membaca merupakan kemampuan bahasa, dan anak-anak harus cakap dengan bahasa tutur. kemampuan membaca yang terampil juga memerlukan lebih dari sekedar kecakapan bahasa tutur. Membaca tidak berarti refleksi bahasa tutur, di mana anak yang memiliki kecakapan bahasa yang tinggi akan menjadi anak dengan kemampuan membaca yang juga baik.

2. Convention of print: anak-anak yang dipaparkan kepada pembacaan di rumah melalui penemuan cetak. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, anak-anak belajar bahwa membaca dilakukan dari kiri kek kanan, atas ke bawah, dan dari depan ke belakang.

3. Knowledge of letters: Kebanyakan anak-anak dapat menceritakan ABC sebelum mereka masuk ke sekolah dan dapat mengidentifikasi individu huruf dari alphabet (kendati beberapa anak berpikir “elemeno” adalah nama huruf antara “k” dan “p”. pengetahuan huruf sangat kritis bagi kemampuan baca. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak taman kanak-kanak untuk menamai huruf memprediksikan nilai yang dapat diraihnya pada kemampuan membaca di kemudian hari.

4. Linguistic awareness; anak harus belajar mengidentifikasi tidak saja huruf melainkan unit linguistik, seperti fonem, silabel, dan kata. Mungkin yang paling penting dari kemampuan linguistik untuk membaca adalah pengolahan fonologi, atau diskriminasi dan mengartikan berbagai suara bahasa.

5. Korespondensi phoneme-grapheme: Ketika anak sudah memahami bagaimana mensegmentasikan dan mendiskriminasikan beragam suara bahasa, maka mereka harus mempelajari bagaimana suara ini sesuai dengan huruf tertulis. Kebanyakan proses ini dimulai di masa pra-sekolah, di mana pengetahuan huruf dan sensitivitas fonologis berkembang secara simultan dan resiprok.

6. Emergent reading: banyak anak-anak pura-pura membaca. Mereka akan mengambil buku cerita yang sudah akrab bagi mereka dan “membaca” halaman per halamannya, atau akan mengambil buku yang belum akrab bagi mereka dan pura-pura membaca, membuat narasi sesuai dengan gambar di halaman tersebut.

7. Emergent writing: Sama dengan pura-pura membaca, anak-anak juga sering berpura-pura menulis, membuat garis lekuk (squiggle) pada sebuah halaman untuk “menuliskan” nama atau cerita mereka, atau merangkai huruf yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang menurut mereka sesuai dengan cerita.

8. Motivasi print: seberapa tertariknya anak-anak dalam membaca dan menulis? Seberapa pentingkah bagi mereka untuk memahami kode rahasia yang memungkinkan orangtua mengartikan serangkaian tanda pada sebuah halaman? Beberapa bukti mengindikasikan bahwa anak kecil lebih tertarik dalam print (huruf cetak) dan membaca memiliki skill emergent literacy yang lebih besar ketimbang yang kurang termotivasi untuk melakukannya. Anak-anak yang tertarik dalam membaca dan menulis lebih mungkin mengetahui huruf cetak, mengajukan pertanyaan tentang print, mendorong orang dewasa untuk membacakannya untuk mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca ketika mereka sudah bisa.

9. Other Cognitive Skill: Kemampuan kognitif individu, di samping yang berkaitan dengan bahasa dan kesadaran linguistik mempengaruhi kemampuan baca anak-anak. Berbagai aspek lain memori sangatlah penting di sini yang juga ikut mempengaruhi kemampuan membaca.

Hubungan antara beberapa komponen emergent literacy dengan kemampuan baca terkadang sulit dijelaskan. Namun demikian, jelas halnya bahwa keluarga memberikan “The Whole Package”. Munculnya keterampilan emergent literacy kepada anak-anaknya akhirnya anak akan membantu nantinya untuk memiliki kemampuan yang baca lebih baik baik di awal sekolah maupun di kemudian hari, daripada keluarga yang hanya memberikan paket sedikit-sedikit (Bialystok, 1996; Whitehurst & Lonigan, 1998). Ini dibenarkan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan emergent literacy selama masa pra sekolah dengan kemampuan membaca di sekolah dasar (Lonigan, Burgess, & Anthony, 2000; Storch & Whitehurst, 2002).

Kemampuan membaca dan perkembangan kognitif

Phonemic awareness, adalah salah satu skill yang dapat memprediksikan kemampuan membaca di kemudian hari, Phonemic awareness adalah pengetahuan tentang huruf yang dapat dipisahkan dari suara. ‘kesadaran ini belum muncul pada anak-anak prescholl. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitivitas anak-anak terhadap ritme akan berujung pada kesadaran fonem, yang sebaliknya mempengaruhi kemampuan baca dan menjadikannya lebih mudah bagi anak-anak untuk mengenali kata-kata tertulis baik yang bersuara ataupun yang mirip (misalnya, cat dan at). Anak yang sedari kecil memiliki kemampuan phonemic awareness yang baik dapat dipastikan kemampuan membacanya juga baik.

Phonologic Recoding. Alasan bahwa kesadaran Phonologis merupakan predictor untuk kemampuan baca awal adalah karena kemampuan baca awal yang secara umum melibatkan penyuaraan kata-kata. Proses phonologic recoding ini merupakan dasar dari mayoritas program instruksi membaca di AS saat ini. Anak-anak diajarkan mendengar huruf dan mencoba mencocokkan antara huruf dan suara.

Kemampuan baca yang benar-benar fasih tidak dilakukan dengan menyuarakan setiap huruf namun dengan secara langsung mendapatkan arti keseluruhan kata dari memori (keseluruhan kata yang berdasar visual).

Kunci bagi kemampuan baca yang fasih adalah proses automatization (otomatisasi), yakni pemerolehan arti kata tanpa melakukan usaha (otomatis). Kemampuan mengakses arti kata, memperluas sumberdaya terbatas dari seseorang dalam proses ini sangat penting bagi kemampuan baca yang terampil. Ketika terlalu banyak sumberdaya mental digunakan hanya untuk mendapatkan arti kata individual, maka terlalu sedikit sumberdaya yang tertinggal untuk memenggal akta-kata dan memahami arti yang lebih besar dari suatu teks.

Pengajaran Membaca

Ada dua pendekatan penting pada instruksi membaca (reading instruction) dan komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini. Pada dasarnya (dan secara sederhana) instruksi membaca dapat dipikirkan sebagai, baik itu (1) proses bawah ke atas (bottom-up process), anak-anak mempelajari komponen-komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi huruf, korespondensi suara-huruf [letter-sound correspondence]) dan meletakkannya bersamaan untuk memperoleh makna; atau (2) proses atas ke bawah (top-down process), tujuan, pengetahuan latar belakang, dan ekspektasi anak-anak menentukan informasi apa yang dipilih dari teks. Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis, mengingat kembali ide-ide Piaget. Tentu saja, membaca yang terampil melibatkan bottom-up dan top-down process, pembuatan tiap dikotomi artifisial. Namun demikian, reading instruction, terutama pada tingkat awal, sering menekankan satu terhadap lainnya, dan oleh karena itu dikotomi memiliki beberapa dasar dalam realitas.

Kurikulum yang menekankan bottom-up process ditunjukkan melalui metode fonik (phonics method). Di sini, anak-anak diajar korespondensi suara- huruf spesifik, sering kali independen pada tiap konteks “yang penuh makna”. Kurikulum yang menekankan top-down process ditunjukkan melalui pendekatan bahasa-menyeluruh (whole-language approach). Menurut Marilyn Adams dkk., “whole-language approach menekankan bahwa pembelajaran dilabuhkan pada dan dimotivasikan oleh makna. Selanjutnya, dikarenakan pemaknaan dan kepemaknaan yang penuh (meaningfulness) perlu didefiniskan secara internal dan tidak pernah melalui pernyataan (pronouncement), pembelajaran dapat efektif hanya pada seberapa jauh pembelajaran secara kognitif dikendalikan oleh siswa”. Oleh karena itu, kurikulum bahasa-menyeluruh (whole-language curricula) menekankan pada ketertarikan membaca (reading interesting) dan teks penuh makna (meaningful text) sejak dini. Ruang kelas di mana bahasa keseluruhan diajarkan, lebih cocok berpusat pada siswa (student centered) dibandingkan dengan berpusat pada guru (teacher centered), memiliki integrasi membaca dan menulis dalam keseluruhan kurikulum, memiliki penghindaran latihan bahasa, dan memiliki kesempatan kecil dalam hal pengelompokan kemampuan secara kaku.

Bukti penelitian yang didiskusikan semestinya membuat gamblang pentingnya pemrosesan level dasar (bottom-up) dalam pembelajaran membaca. Keterampilan fonologis merupakan prediktor tunggal terbaik kemampuan membaca (dan ketidakmampuan membaca). Kemampuan tersebut tidak berkembang secara spontan, dan biasanya mengeksplisitkan instruksi. Kurikulum yang mengabaikan phonics, mengabaikan tentang bagaimana “bermaknanya” phonics membuat pengalaman membaca, sedang meresikokan melek huruf pada kebanyakan siswanya.

Paradigma belajar Membaca Pada Anak TK: Pro dan Kontra Calistung

Perbedaan definisi belajar menjadi pangkal persoalan dalam mempelajari apa pun, termasuk belajar membaca. Selama bertahun-tahun belajar telah menjadi istilah yang mewakili kegiatan yang begitu serius, menguras pikiran dan konsentrasi. Oleh karena itu, permainan dan nyanyian tidaklah dikatakan belajar walaupun mungkin isi permainan dan nyanyian adalah ilmu pengetahuan.

Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama ini telah menjadi rujukan utama kurikulum TK dan bahkan pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung secara tidak langsung dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun. Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah fase, di manaanak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu, kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan kepada anak-anak TK yang masih berusia balita.

Piaget khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung diajarkan pada anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak, akhirnya anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar.

Pesan yang ditangkap dari teori Piaget sering kali berhenti pada “larangan belajar calistung”, namun tidak banyak orang memahami alasannya. Padahal perkembangan dalam pembelajaran di era informasi sekarang ini sebenarnya sudah semakin jauh berubah. Topik pelajaran bukanlah persoalan yang akan menghambat seseorang, pada usia berapapun, untuk mempelajarinya. Syaratnya hanyalah mengubah cara belajar, disesuaikan dengan kecenderungan gaya belajar dan usianya masing-masing sehingga terasa menyenangkan dan membangkitkan minat untuk terus belajar.

Belajar membaca, menulis, berhitung, dan bahkan sains kini tidaklah perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan terpenting adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak menganggap kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan.

Memang benar jika membaca diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan.

Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang perlu diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga sama dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan kecerdasan bergaul ataupun musikal.

Penganut behavior-isme memang mencela pembelajaran baca-tulis dan matematika untuk anak usia dini. Mereka menganggap hal itu sebuah pembatasan terhadap keterampilan.

Namun demikian pelajaran calistung bisa membaur dengan kegiatan lainnya yang dirancang dalam kurikulum TK tanpa harus membuat anak-anak terbebani. Adakalanya tidak diperlukan waktu ataupun momentum khusus untuk mengajarkan calistung. Anak-anak bisa belajar membaca lewat poster-poster bergambar yang ditempel di dinding kelas. Biasanya dinding kelas hanya berisi gambar benda-benda. Bisa saja mulai saat ini gambar-gambar itu ditambahi poster-poster kata, dengan ukuran huruf yang cukup besar dan warna yang mencolok.

Setiap satu atau dua minggu, gambar-gambar diganti dengan yang baru, dan tentu akan muncul lagi kata-kata baru bersamaan dengan penggantian itu. Dalam waktu satu atau dua tahun, bisa kita hitung, lumayan banyak juga kata yang bisa dibaca anak-anak. Jangan heran kalau akhirnya anak-anak bisa membaca tanpa guru yang merasa stres untuk mengajari mereka menghafal huruf atau mengeja.

Glenn Doman menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar membaca dan matematika bagi anak-anak usia dini. Glenn Doman adalah contoh lain pendobrak teori perkembangan Piaget. Doman adalah seorang dokter bedah otak. Ia berhasil membantu menyembuhkan orang-orang yang mengalami cedera otak lewat flash card. Ia membuat kartu-kartu kata yang ditulis dengan tinta berwarna merah pada karton tebal, dengan ukuran huruf yang cukup besar. Kartu-kartu itu ditampilkan di hadapan si pasien dalam waktu cepat, hanya satu detik per kata. Adanya perkembangan pada otak pasiennya membuat ia ingin mencobanya kepada anak-anak bahkan bayi.

Metode flash cards bagi sebagian besar orang adalah mustahil. Karena, bisa saja anak-anak menghafal kata-kata yang sudah diperkenalkan namun akan kebingungan ketika diberikan kata-kata baru yang belum pernah dibacanya.

Kritik terhadap flash cards memang sering dilontarkan orang, termasuk sebagian ahli psikologi. Hal itu disebabkan flash cards dianggap sebagai cara yang kurang rasional, merusak pembelajaran nalar dan logika. Flash cards berbasis hafalan, sedangkan kemampuan membaca menurut para psikolog dan orang pada umumnya harus diproses melalui tahapan-tahapan fonemik dan fonetik. Anak-anak harus terlebih dahulu mengenal huruf dan mampu membedakan bunyi, sampai akhirnya bisa menggabungkan huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata.

Itulah letak perbedaan Doman dan para pengkritiknya. Doman hanya merekomendasikan pembelajaran membaca dan matematika sekitar 45 detik per hari. Bisa kita bayangkan, betapa sebentarnya, dan kemungkinan anak-anak merasa terbebani karena metode itu sangatlah kecil. Tak heran jika anak-anak usia 2 atau 3 tahun pun sudah mahir membaca dan juga menjadi sangat suka serta tentu saja tidak menolak untuk belajar membaca dengan pendekatan tersebut.

Mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mengajar calistung secara menyenangkan, mungkin akan lebih baik daripada melarang pelajaran calistung pada anak usia dini secara keseluruhan, tanpa memberikan solusi untuk mengatasi persoalan baca-tulis di sekolah dasar. Bukan pelajarannya yang harus dipersoalkan, tetapi cara menyajikannya.

Metode Pengajaran Membaca Anak Glenn Doman

Ada dua faktor penting dalam Metode Glenn Doman ini adalah sebagai berikut :

  • Sikap dan pendekatan orang dewasa. Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang dewasa dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali. Biasakan anak membaca dengan suatu kegemaran, bisa dibuat permainan menarik untuknya
  • Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.
  • Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca tanpa kemauan dia sendiri.

Tahap Pembelajaran

1.Untuk tahap pertama, persiapkan kertas karton kaku warna putih dan spidol besar yang ujungnya rata (selebar satu sentimeter) berwarna merah. Selain itu, juga spidol ukuran 0,5 sentimeter warna hitam. Kertas karton digunting-gunting sepanjang 60 sentimeter dengan lebar 15 sentimeter, sediakan pula yang selebar 12,5 sentimeter.

2. Tuliskan kata di atas guntingan kertas karton dengan huruf kecil (bukan kapital), huruf yang sederhana dan konsisten. Untuk tahap pertama, buatlah 15 kata di atas 15 lembar karton, dibagi menjadi tiga. Misalnya, lima lembar pertama adalah nama-nama anggota keluarga (set A), lalu lima lembar kedua bertuliskan nama-nama organ tubuh (set B), sedangkan lembar ketiga bertuliskan nama-nama bunga (set C). Yang jelas, gunakan nama-nama yang tidak asing bagi dia, terutama nama benda yang sering anak jumpai setiap hari. Dengan demikian, anak akan lebih mudah mengingatnya.

Pada hari pertama belajar, hanya ditunjukkan lima lembar pertama (set A) kepada anak dengan membacanya, tiga kali sehari. Pada hari kedua, tunjukkan dan bacakan set A dan set B, juga tiga kali sehari. Sementara pada hari ketiga, bacakan set A, B, dan C selama tiga kali sehari. Pada hari keempat, lakukan seperti hari ketiga. Ini dilakukan terus sampai kartu-kartu terbaca 15-25 kali. Perlu diingat bahwa urutan kata harus sama dari setiap setnya. Agar tidak terjadi kekeliruan, setiap kertas bisa diberi nomor di sebaliknya, sehingga waktu kita menunjukkannya kepada anak urutannya tetap sama.

TK part-2 (metode belajar anak TK)

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI
TERHADAP KREATIVITAS ANAK DALAM BERMAIN KOMPUTER

Selasa, 23 September 2008 - oleh :
admin


Oleh: Drs. Parwoto, M.Pd.


abstrak :
Pemilihan jenis metode pembelajaran dimaksudkan agar anak belajar menerima apa yang diberikan pendidik, belajar secara mekanik, materi seragam, sesuai pola yang telah disepakati, tanpa memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi, berimajinasi, berfantasi, berinovasi sesuai dengan kekuatan dan keunikan anak. Akibatnya, ketika anak kurang dapat melakukan sebagaimana tuntutan tugas yang diberikan oleh guru, maka hal tersebut diterima oleh anak sebagai tekanan psikologis dan sering menimbulkan rasa harga diri kurang serta menjadi motivasi bermain anak lemah, Atas dasar pemikiran tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang metode pembelajaran mana yang tepat dalam meningkatkan kreativitas anak dalam bermain komputer. Apakah metode pembelajaran yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer. Manakah yang lebih efektif antara metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri. Apakah motivasi bermain komputer anak juga merupakan variabel yang turut berpengaruh terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer. Apakah perbedaan motivasi bermain komputer pada anak akan membawa perbedaan terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer dan bagaimana interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas bermain komputer anak, karena setiap anak memiliki cara dan gaya dalam bermain komputer secara unik.

Kata Kunci : Metode Pembelajaran, Motivasi, Kreatifitas Anak, Bermain Komputer

Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai titik sentral dan sangat fundamental serta strategis mengingat usia dini merupakan masa keemasan namun sekaligus periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini sangat menentukan derajat kualitas manusia pada tahap berikutnya. Dengan demikian invenstasi pengembangan anak usia dini merupakan invenstasi sangat penting bagi Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Dalam konteks pengembangan sumberdaya manusia, pendidikan anak usia dini, khususnya pendidikan anak usia dini harus dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Berbagai kemampuan yang teraktualisasikan beranjak dari berfungsinya otak anak. Oleh karena itu dalam upaya pendidikan anak usia dini, baik pendidik maupun orang tua dalam mengarahkan belajar anak perlu memperhatikan masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, perkembangan inteligensi, emosional dan motivasi, serta pengembangan kreativitas anak.
Secara khusus dalam pembelajaran pada anak usia dini sudah saatnya pengembangan kreativitas anak memperoleh perhatian sehingga dapat mengembangkan berfungsinya kedua belahan otak secara seimbang. Pembelajaran yang mengendalikan berfungsinya kedua belahan otak secara seimbang akan banyak membantu anak berprakarsa mengatasi dirinya, meningkatkan prestasi belajar sehingga mencapai kemandirian dan mampu menghadapi berbagai tantangan.
Masalah pengembangan kreativitas anak terus menjadi pembicaraan para ahli pendidikan, khususnya pada pendidikan anak prasekolah dan terus dilakukan penelitian khususnya yang menyangkut pengoptimalan fungsi belahan otak kanan sebagai fungsi kreativitas dan imajinasi anak. Atas dasar asumsi ini, maka pengembangan kreativitas menjadi sangat penting digalakkan pada pendidikan anak usia dini.
Belum berkembangnya kurikulum berbasis kreativitas, khususnya dalam pembelajaran komputer disinyalir masih banyaknya anggapan yang keliru tentang fungsi media komputer bagi pendidikan anak usia dini. Pembelajaran komputer pada anak usia dini masih terbatas kepada pengenalan keyboard, mouse, dan peralatan lain serta fungsi komputer sebagai alat untuk bermain edu-game dan pengenalan bacaan dan bilangan. Untuk kepentingan pengembangan pembelajaran komputer berbasis kreativitas di kelompok bermain, menuntut anak dapat menguasai aplikasi penggunaan software komputer sehingga dapat membantu anak-anak belajar dan bermain dengan software komputer yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan jenis kompetensi yang hendak dikembangkan. Untuk itu, berkaitan dengan pengembangan kreativitas anak, maka baik tutor maupun anak harus dapat memilih software yang dapat membantu mengembangkan kreativitas anak seperti aktivitas menggambar, mewarnai, mengadopsi, memodifikasi, dan mengkonstruksi gambar.
Untuk mengembangkan kreativitas bermain komputer anak usia dini tidaklah mudah dan diperlukan pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Sejauhmana pengaruh metode pembelajaran terhadap peningkatan kreativitas anak dalam bermain komputer, merupakan masalah yang belum ada jawabannya. Demikian juga dengan faktor psikologis anak, khususnya motivasi bermain komputer anak yang juga diduga memiliki pengaruh terhadap pengembangan kreativitas anak dalam bermain komputer. Selama ini belum banyak upaya yang dilakukan untuk menata penggunaan metode pembelajaran yang ditinjau dari faktor internal anak melalui eksperimen dalam rangka meningkatkan kreativitas bermain komputer anak.
Realita yang ada kadang-kadang sebaliknya, pemilihan jenis metode pembelajaran dimaksudkan agar anak belajar menerima apa yang diberikan tutor, belajar secara mekanik, materi seragam, sesuai pola yang telah disepakati, tanpa memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi, berimajinasi, berfantasi, berinovasi sesuai dengan kekuatan dan keunikan anak. Akibatnya, ketika anak kurang dapat melakukan sebagaimana tuntutan tugas yang diberikan oleh pendidik, maka hal tersebut diterima oleh anak sebagai tekanan psikologis dan sering menimbulkan rasa harga diri kurang serta menjadi motivasi bermain anak lemah. Untuk itu perlu adanya alternatif pemilihan penggunaan metode pembelajaran yang lebih konstruktif, menekankan kepada kebebasan anak baik secara individu dan kelompok yang diliputi oleh motivasi bermain, didasari oleh sikap senang dalam bermain komputer.
Atas dasar pemikiran tersebut selanjutnya penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang metode pembelajaran mana yang tepat dalam meningkatkan kreativitas anak dalam bermain komputer. Apakah metode pembelajaran yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer. Manakah yang lebih efektif antara metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri. Apakah motivasi bermain komputer anak juga merupakan variabel yang turut berpengaruh terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer. Apakah perbedaan motivasi bermain komputer pada anak akan membawa perbedaan terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer dan bagaimana interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas bermain komputer anak, karena setiap anak memiliki cara dan gaya dalam bermain komputer secara unik. Hal ini menarik perhatian untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pegaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi Bermain Komputer terhadap Kreativitas Bermain Komputer Anak di Pendidikan Anak Usia Dini Pangudiluhur, Jakarta Selatan.”

Perumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) apakah terdapat perbedaan kreativitas bermain komputer antara kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dan kelompok anak yang mengkuti metode pembelajaran mandiri dalam pembelajaran komputer, (2) apakah terdapat perbedaan kreativitas bermain komputer antara kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi dan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah, (3) apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas bermain komputer anak, (4) pada kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi, apakah terdapat perbedaan kreativitas bermain komputer antara kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dan kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri, (5) pada kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah, apakah terdapat perbedaan kreativitas bermain komputer antara kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dan kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri.

Manfaat Penelitian
Pertama, penelitian ini untuk menerapkan metode pembelajaran kolaboratif guna meningkatkan potensi berpikir kreatif anak usia dini dalam bermain komputer dan mengatasi kesulitan-kesulitan serta kesalahan-kesalahan konsep dan keterampilan anak dalam mengembangkan kreativitas melalui media komputer. Kedua, memberikan informasi kepada pendidik tentang level motivasi bermain komputer yang dimiliki anak, sehingga pada topik pembelajaran kreativitas bermain komputer untuk klasifikasi tertentu, diharapkan guru dapat melakukan pilihan penggunaan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi motivasi anak. Tutor dapat menggunakan metode pembelajaran kolaboratif untuk anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi, dan sebaliknya pendidik dapat menggunakan metode pembelajaran mandiri untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah. Ketiga, pendidik dapat melihat pada topik-topik mana pengembangan kreativitas bermain komputer dikuasai anak, sehingga perlu mempertimbangkan kembali metode pembelajaran yang cocok, sehingga kreativitas anak dapat dikembangkan. Keempat, menginformasikan kepada guru bahwa penggunaan metode pembelajaran dengan mempertimbangkan tingkat motivasi bermain yang dimiliki anak akan mempermudah bagi anak untuk trampil dalam berkreasi gambar melalui media komputer sehingga akan memberikan pengaruh yang besar pada peningkatan kreativitas anak melalui media komputer. Kelima, instruktur/pelatih pembelajaran komputer mensosialisasikan kepada pengajar komputer di pendidikan anak usia dini bahwa pada kelas di mana banyak terdapat anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi sebaiknya diajar dengan metode pembelajaran kolaboratif, dan sebaliknya bagi anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah diajar dengan metode pembelajaran mandiri.

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

Kreativitas Bermain Komputer
Bermain kreatif melalui media komputer menyediakan peluang yang tidak terbatas pada anak-anak untuk berimaginasi terhadap dirinya sendiri. Anak dapat mengembangkan kreativitas melalui lukisan yang dilakukan melalui program microsoft paint. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdussalam yang menyatakan bahwa lukisan termasuk sarana edukatif utama yang paling penting untuk mengembangkan kreativitas. Lukisan merupakan salah satu cara mengembangkan bakat, inovasi dan kreativitas, serta salah satu bidang terpenting dalam merealisasikan diri yang kreatif dan bakat seni para murid secara umum, dan bakat seni anak-anak TK secara khusus. Dengan microsoft paint anak dapat menggambar apa saja yang ia inginkan, seperti gambar burung yang terbang di ruang angkasa yang diwujudkan dalam bentuk gambar dalam layar komputer dengan modifikasi arah, besar kecil, penempatan, dan penggandaan ataupun penghapusan. Dalam materi tertentu dan waktu yang sangat terbatas, imaginasi anak dapat ditransformasi ke dalam objek yang simpel seperti aktivitas menempel, memodifikasi, mengkonstruksi gambar burung pada gambar ruang angkasa dalam posisi terbang. Hal ini dapat dilakukan melalui media komputer. Jadi imaginasi anak dapat berkembang untuk menjadikan bermain apa yang mereka tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, dan hal ini bermanfaat bagi latihan intelektualnya.

Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau prosedur yang ditempuh pendidik dalam mengelola pembelajaran, sehingga dicapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua metode pembelajaran yaitu metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri.
Metode pembelajaran kolaboratif merupakan metode pembelajaran yang menerapkan paradigma baru dalam teori-teori belajar khususnya pembelajaran konstruktivisme yang dipelopori oleh Vigotsky. Vigotsky (1986) memperkenalkan gagasan bahwa belajar adalah sebuah pengalaman sosial. Pertama individu berpikir secara sendiri-sendiri membuat makna pribadi, kemudian mereka menguji hasil pemikirannya dalam dialog dengan yang lain untuk membangun pengertian yang didisusikannya. Collaborative learning juga mendasarkan teori Piaget yaitu Construtivist Theory yang memperkenalkan dengan gagasannya Active Learning. Ia percaya bahwa siswa bekerja lebih baik jika mereka berpikir secara bersama dalam kelompok, merekam pemikirannya, dan menjelaskannya dengan mempresentasikan hasil karyanya (pameran) untu kelasnya. Mereka secara aktif mendorong dengan yang lain untuk berpikir bersama, mereka menjadi lebih tertarik dalam belajar.
Ada tiga teori yang mendukung metode belajar kolaboratif yaitu teori kognitif, teori konstruktivisme sosial dan teori motivasi. Teori kognitif berkaitan terjadinya pertukaran konsep antar anggota dalam kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga transformasi ilmu pengetahuan akan terjadi pada setiap anggota dalam kelompok. Pada teori konstruktivisme sosial terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua anggota dalam kelompok. Teori motivasi teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk belajar, menambah keberanian semua anggota untuk memberi pendapat, dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu dalam kelompok, melainkan tugas itu adalah milik bersama dan diselesaikan secara bersama dan bukan dikotak-kotak menurut kecakapan belajar anak. Dengan demikian, dalam belajar kolaboratif penekanannya bagaimana cara agar anak dalam aktivitas belajar kelompok terjadi adanya kerja sama, interaksi, dan sharing of information.
Jadi yang dimaksud metode pembelajaran kolaboratif adalah metode pembelajaran di mana anak belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa saling ketergantungan dalam penyelesaian tugas, bekerja bersama, adanya sharing pengetahuan dan interaksi di antara anggota dalam kelompok.
Kozma, Belle, William (1978) mengartikan “Belajar mandiri sebagai usaha individu yang otonom untuk mencapai suatu kompetensi akademis”. Belajar mandiri tidak sama dengan “pengajaran individu” (individualized instruction). Personalized system of instruction (keller), Computer Assisted Instruction, Programmed Instruction (Skinner) merupakan contoh dari pangajaran individu, namun bukan pembelajaran individual. Walaupun demikian, sistem pengajaran individu merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan proses belajar mandiri anak.
Brookfield (1984) menyatakan bahwa “belajar mandiri memberikan kesempatan kepada anak untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya, menggunakan sumber-sumber yang dipilihnya, membuat keputusan-keputusan akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya”. Dengan pendapat ini, berarti anak secara aktif berpartisipasi dalam menentukan apa yang akan dipelajarinya dan bagaimana cara belajarnya. Belajar mandiri bukan merupakan usaha mengisolasi anak dari bimbingan pendidik karena pendidik berfungsi sebagai sumber, pemandu, dan pemberi semangat. Knowles menyatakan bahwa “belajar mandiri menunjukkan bahwa anak tidak tergantung pada penyeliaan (supervision) dan pengarahan pendidik yang terus-menerus, tetapi anak juga memiliki kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk bimbingan yang diperolehnya”.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud belajar mandiri adalah usaha individu dengan kemampuannya sendiri untuk mencapai suatu kompetensi belajar tertentu sehingga anak akan mampu mengatasi tantangan baru tanpa ketergantungan pada pemecahan masalah pada guru atau pada orang lain. Sebagai catatan di sini bahwa belajar mandiri bagi anak Taman Kanak-kanak berbeda dengan belajar mandiri orang yang lebih dewasa. Bagaimana pun peran pendidik tetap diperlukan sebagai pengarah, pendorong dan pemberi kata kunci saat anak memerlukan dan mengalami kesulitan dalam bermain komputer.

Hasil Penelitian yang Relevan
Pada penelitian Johnson and Johnson (1987:157) menyimpulkan bahwa “Kemampuan berpikir kritis, hubungan terhadap teman, sikap positif terhadap PBM dan bidang studi yang dipelajari, serta kemampuan bekerja sama pada metode kooperatif juga lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Tingginya prestasi belajar pada pola kooperatif, berlaku pada siswa untuk semua umur, untuk semua bidang bidang studi, dan tugas-tugas yang melibatkan konsep, pemecahan masalah, kategorisasi, retensi dan memori serta penampilan motorik”.
Slavin (1995:21) dalam penelitiannya yang dilaksanakan di Amerika menemukan bahwa dibanding metode kompetitif dan individual, siswa yang menggunakan metode pengajaran kooperatif lebih termotivasi untuk belajar keras guna mencapai tujuan belajar secara bersama-sama. Dalam konteks lain penelitian yang berkenaan dengan metode pembelajaran kolaboratif dilakukan oleh Edi Supriyadi (1995:96) menemukan bahwa dalam pembelajaran pemrograman komputer siswa yang mendapatkan pengajaran dengan strategi kooperatif secara berarti menghasilkan prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan strategi pembelajaran tradisional.
Hasil penelitian Seto Mulyadi (1995) menyimpulkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah dapat ditingkatkan dengan pelatihan pengembangan kreativitas melalui kegiatan bermain. Dalam hal ini paket pelatihan pengembangan kreativitas yang disusun dalam penelitian ini terbukti mampu meningkatkan kreativitas anak usia prasekolah. Ibu sebagai tokoh terdekat dengan anak mempunyai peran besar bagi upaya pengembangan kreativitas anak usia prasekolah melalui kegiatan bermain yang dilakukan bersama di rumah. Dalam hal ini paket pelatihan cara pengembangan kreativitas anak bagi para ibu yang disusun dalam penelitian ini terbukti mampu meningkatkan kreativitas anak usia prasekolah.
Hasil penelitian Samples (1997:20) disimpulkan bahwa “bila proses dan fungsi belahan otak kanan tertingkatkan, harga diri seseorang meningkat, berbagai keterampilan kinerja pun bertambah dan peserta didik memperlihatkan kecenderungan menjelajahi materi berbagai bidang dengan lebih mendalam dan lebih tekun”. Dengan media komputer, anak usia dini dapat melakukan eksplorasi materi dalam berbagai bidang secara lebih mendalam dan teliti, sehingga memungkinkan meningkatnya kreativitas anak. Hal ini juga ditegaskan oleh hasil penelitian Jung, 1964 bahwa “ada kaitan kreativitas dengan fungsi dasar manusia, yaitu berpikir, merasa, menginderakan dan intuisi (basic functions thinking, feelings, sensing and intuiting)” Sharan (dalam Bruce Joyce,1978: 36) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa “belajar kolaboratif meningkatkan aktivitas belajar karena hal ini menyebabkan orientasi motivasi agar berpindah dari eksternal ke internal”.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori, kajian penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

  1. Secara keseluruhan kreativitas bermain komputer bagi kelompok anak yang mengikuti pembelajaran komputer melalui metode pembelajaran kolaboratif lebih tinggi daripada kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri.
  2. Secara keseluruhan kreativitas bermain komputer bagi kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi akan lebih baik daripada anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah..
  3. Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer.
  4. Pada kelompok anak yang memiliki motivasi bermain tinggi dan mengikuti metode pembelajaran kolaboratif akan mempunyai kreativitas bermain komputer lebih tinggi dari anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri.
  5. Pada kelompok anak yang memiliki motivasi bermain rendah dan mengikuti metode pembelajaran mandiri akan mempunyai kreativitas bermain komputer lebih tinggi dari anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif.


METODE PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) perbedaan kreativitas bermain komputer antara anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri, (2) perbedaan kreativitas bermain komputer antara anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi dan anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah, (3) menentukan pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas bermain komputer anak, (4) mengetahui perbedaan kreativitas bermain komputer antara anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dengan metode pembelajaran mandiri, pada kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi, dan (5) mengetahui perbedaan kreativitas bermain komputer antara anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dengan metode pembelajaran mandiri, pada kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Pendidikan Anak Usia Dini Pangudiluhur di Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada semester kedua tahun ajaran 2006/2007, mulai bulan Pebruari 2007 sampai dengan bulan Juni 2007. Dalam pelaksanaan eksperimen terhadap proses pembelajaran di kelas dibantu tutor pengajar komputer yang mendapat tugas mengajar di Kelas B, dengan pendidikan terakhir adalah sarjana teknologi informatika. Penentuan tempat tersebut dengan pertimbangan bahwa pendidikan anak usia dini tersebut telah melaksanakan program pembelajaran komputer dengan fasilitas laboratorium komputer yang sangat lengkap dan jumlahnya cukup memadai lengkap dengan software creative-learning.

Metode Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan rancangan desain faktorial 2 x 2. Dalam penelitian ini dilibatkan tiga variabel, yakni variabel bebas, variabel atribut, dan variabel terikat. Variabel bebas adalah metode pembelajaran, yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri. Sebagai variabel atribut adalah motivasi bermain komputer dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu motivasi bermain komputer tinggi dan motivasi bermain komputer rendah. Sedangkan variabel terikat adalah kreativitas bermain komputer.

Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini populasi seluruh anak kelas B pendidikan anak usia dini pada semester II tahun ajaran 2006/2007. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik multistage random sampling. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama dipilih secara random 2 (dua) kelas dari 4 kelas yang memiliki karakteristik yang sama. Setelah dilakukan pemilihan secara random, maka terpilih Kelas B2 dan Kelas B3. Pengambilan sampel pada tahap kedua yaitu aanggota sampel secara random terpilih sebanyak 16 anak kelompok atas maupun kelompok bawah, baik dari kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

Instrumen Penelitian
Penelitian ini memerlukan dua macam data yang diperoleh dari dua macam instrumen, yaitu: (1) tes kreativitas bermain komputer, mengukur kemampuan berpikir kreatif anak melalui media bermain komputer sebagai hasil dari proses belajar mengajar kreativitas bermain komputer selama kurun waktu tertentu yang mengacu pada garis-garis besar program pengajaran pendidikan anak usia dini. Tes kreativitas bermain komputer dikembangkan terdiri dari 20 butir soal, dengan tingkat reliabilitas 0,85; (2) Skala rating (skala penilaian) motivasi bermain komputer, mengukur perilaku motivasi anak bermain komputer yang dilakukan secara tidak langsung (melalui guru). Kedua instrumen ini diuji oleh 12 orang panelis dengan tingkat reliabilitas 0,75 dan melalui uji rating scale dengan koefisien reliabilitas di atas 0,82.

Teknik Analisis Data
Uji persyaratan analisis data untuk Anava dua jalur adalah uji normalitas data dengan uji Liliefors dan uji homogentias data dilakukan dengan uji Barlet. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2, oleh karena itu analisis data dilakukan menggunakan Anava dua jalur dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat sample effect.

HASIL PENELITIAN
Pengujian Persyaratan Analisis
Uji normalitas data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors, di mana harga Lhitung (Lo) untuk kedelapan kelompok data = 0,05.
alebih kecil dari harga L tabel (Lt) pada taraf signifikansi Hal ini berarti bahwa ke delapan kelompok data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas varians menyimpulkan bahwa Ho diterima. Artinya bahwa tidak ada perbedaan varians di antara keempat kelompok sel rancangan eksperimen data kreativitas anak dalam bermain komputer yang diuji. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keempat kelompok sel rancangan eksperimen data kreativitas anak dalam bermain komputer berasal dari populasi yang homogen.
Dari hasil pengujian persyaratan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa semua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data dari semua kelompok memiliki varians populasi yang homogen. Jadi uji persyaratan analisis data dengan menggunakan Anava dua jalur telah terpenuhi dan seterusnya dapat digunakan untuk uji hipotesis.

Pengujian Hipotesis Penelitian

  1. Uji Hipotesis Pertama
    Hasil perhitungan dengan menggunakan Anava dua jalur diperoleh hasil bahwa nilai Fhitung = 5,0864 lebih besar dari nilai F tabel = 4,00 untuk taraf signifikansi 0,05 (Fhitung = 5,0864 > F tabel (0,05) (1;63) = 4,00). Ini berarti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan antara metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri terhadap kreativitas bermain komputer anak.
    Selanjutnya diperhatikan skor rata-rata yang diperoleh kedua kelompok. Kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif (kelompok A1) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 62,81, sedangkan kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri (kelompok A2) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 59,13. Jadi uji Anava menunjukkan bahwa kreativitas bermain komputer anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif lebih tinggi daripada kreativitas bermain komputer anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri.
  2. Uji Hipotesis Kedua
    Hasil perhitungan dengan menggunakan Anava dua jalur diperoleh hasil bahwa nilai Fhitung = 0,3111 lebih kecil dari nilai F tabel = 4,00 untuk taraf signifikansi 0,05 (Fhitung = 0,3111 < F tabel (0,05) (1;63) = 4,00). Ini berarti bahwa Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan pengaruh antara motivasi bermain komputer tinggi dan motivasi bermain komputer rendah terhadap kreativitas bermain komputer anak.
    Selanjutnya diperhatikan skor rata-rata yang diperoleh kedua kelompok. Kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif (kelompok B1) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 661,44, sedangkan kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri (kelompok B2) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 60,5. Jadi uji Anava menunjukkan bahwa kreativitas bermain komputer anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi tidak lebih tinggi daripada kreativitas bermain komputer anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah.
  3. Uji Hipotesis Ketiga
    Hasil perhitungan dengan menggunakan Anava dua jalur diperoleh hasil bahwa nilai Fhitung = 9,9477 lebih besar dari nilai F tabel = 4,00 untuk taraf signifikansi 0,05 (Fhitung = 9,9477 > F tabel (0,05) (1;63) = 4,00). Ini berarti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas bermain komputer anak.
  4. Hipotesis Keempat
    Hasil perhitungan dengan menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa kelompok anak yang memilik motiviasi bermain komputer tinggi dan mengikuti metode pembelajaran kolaboratif (A1B1) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 65,88, sedangkan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi dan mengikuti metode pembelajaran mandiri (A2B1) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 57. Rata-rata kuadrat dalam (RKD) pada perhitungan dengan Anava dua jalur besarnya 43,3958.
    Selanjutnya hasil perhitungan dengan menggunakan uji Tukey diperoleh Qhitung = 5,3892, sedangkan Qtabel pada taraf signifikansi 0,05 besarnya 3,74. Ternyata nilai Qhitung lebih besar dari Q tabel pada taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti bahwa kreativitas bermain komputer anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi dan mengikuti metode pembelajaran kolaboratif lebih tinggi dari kreativitas bermain komputer kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri.
  5. Hipotesis Kelima
    Hasil perhitungan dengan menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa kelompok anak yang memilik motiviasi bermain komputer rendah dan mengikuti metode pembelajaran kolaboratif (A1B1) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 59,75, sedangkan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi dan mengikuti metode pembelajaran mandiri (A2B1) memiliki skor rata-rata kreativitas bermain komputer sebesar 61,25, Rata-rata kuadrat dalam (RKD) pada perhitungan dengan Anava dua jalur besarnya 43,3958.
    Selanjutnya hasil perhitungan dengan menggunakan uji Tukey diperoleh Qhitung = 0,910, sedangkan Qtabel pada taraf signifikansi 0,05 besarnya 3,74. Ternyata nilai Qhitung lebih kecil dari Q tabel pada taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti bahwa kreativitas bermain komputer anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah yang mengikuti metode pembelajaran mandiri tidak lebih tinggi dari kreativitas bermain komputer kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif.



KESIMPULAN, IMPLIKASI dan SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis seperti dipaparkan pada uraian terdahulu, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama: Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang signifikan perolehan kreativitas bermain komputer antara kelompok anak yang diberi metode pembelajaran kolaboratif dan kelompok anak yang diberi metode pembelajaran mandiri. Perolehan kreativitas bermain komputer bagi kelompok anak yang diberi metode pembelajaran kolaboratif hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak yang diberi metode pembelajaran mandiri. Secara umum metode pembelajaran kolaboratif dalam pelajaran komputer lebih efektif daripada metode pembelajaran mandiri untuk meningkatkan kreativitas bermain komputer bagi pendidikan anak usia dini Pangudi luhur di Jakarta Selatan.
Kedua: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan perolehan kreativitas bermain komputer antara kelompok anak yang memiliki motivasi bermain tinggi dan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain rendah.
Ketiga: Secara keseluruhan terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas bermain komputer pada pendidikan anak usia dini Pangudiluhur, Jakarta Selatan.
Keempat: Kreativitas bermain komputer untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi yang mengikuti metode pembelajaran mandiri. Hal ini berarti bahwa bagi kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi, melalui metode pembelajaran kolaboratif lebih efektif sebagai metode pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas bermain komputer anak usia dini daripada metode pembelajaran mandiri.
Kelima: Kreativitas bermain komputer untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah yang mengikuti metode pembelajaran mandiri tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dalam pembelajaran kreativitas bermain komputer. Hal ini berarti bahwa kreativitas bermain komputer bagi kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah, baik melalui pemberian metode pembelajaran mandiri maupun metode pembelajaran kolaboratif sama-sama sebagai metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah.

Implikasi
Dalam kaitannya dengan peningkatan krativitas bermain komputer komputer melalui penggunaan metode pembelajaran yang ditinjau dari tingkat motivasi bermain komputer, maka dari temuan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut:
Secara keseluruhan penggunaan metode pembelajaran kolaboratif lebih efektif dari metode pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kreativitas anak dalam bermain komputer. Artinya, penggunaan metode pembelajaran kolaboratif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kreativitas anak dalam bermain komputer. Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya metode pembelajaran kolaboratif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif anak dalam bermain komputer. Hasil penelitian ini memberikan implikasi terhadap kegiatan pembelajaran komputer di pendidikan anak usia dini bahwa dalam upaya pengembangan kreativitas anak melalui media komputer penggunaan metode pembelajaran kolaboratif lebih efektif daripada metode pembelajaran mandiri. Dalam pembelajaran kolaboratif lebih menekankan adanya kerjasama, partisipasi anggota kelompok, tukar-menukar pendapat, tanya jawab, berbagi pengalaman, bekerjasama dalam satu tugas, memupuk rasa empati anak, sehingga pengalaman dan pengetahuan anak dapat meningkat karena berbagai perbedaan dan keunikan anak yang dapat menjadi stimuli bagi anak untuk berkarya, berfantasi, berkreasi, dan berimajinasi untuk mendapatkan sesuatu yang lain, baru dan unik bagi dirinya.
Pada kelompok anak yang memiliki motivasi tinggi dan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif, kreativitasnya dalam bermain komputer lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang menggunakan metode pembelajaran mandiri. Temuan ini memberikan gambaran bahwa penggunaan metode belajar kolaboratif untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi, kreativitas bermain komputer anak lebih baik dari kelompok anak yang belajar komputer dengan metode pembelajaran mandiri. Temuan ini memberikan implikasi bagi pendidik bahwa kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi, penggunaan metode pembelajaran kolaboratif lebih efektif daripada metode pembelajaran mandiri dalam upaya peningkatan kreativitas anak dalam bermain komputer.
Untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran kolaboratif dan kelompok anak yang mengikuti metode pembelajaran mandiri. Dengan demikian berimplikasi bahwa untuk kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah tidak ada perbedaan antara penggunaan metode pembelajar kolaboratif maupun metode pembelajaran mandiri.
Adanya interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer terhadap kreativitas anak dalam bermain komputer maka berimplikasi kepada pertimbangan dalam upaya peningkatan kreativitas anak dalam bermain komputer dengan tetap mempertimbangkan pemilihan metode pembelajaran dan motivasi bermain komputer sebagai variabel yang berpengaruh.
Bila seorang pendidik memiliki kemampuan dalam pembelajaran dengan baik, menguasai materi kreativitas secara mahir, ditambah dengan kemampuan memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan cermat, niscaya keberhasilan belajar anak usia dini dalam belajar komputer akan diraih. Hal ini dikarenakan pembelajaran komputer, khususnya dalam bidang kreativitas bermain komputer akan diterima dengan baik oleh anak serta dengan perasaan yang menyenangkan.
Untuk kepentingan pembelajaran komputer di usia dini diperlukan kecakapan dan kompetensi seorang pendidik yang memiliki keahlian dalam pendididikan anak usia dini dan bidang pengajaran komputer pada anak. Oleh karena itu, pendidik komputer harus dibekali suatu kemampuan dalam memilih dan mengembangkan strategi dan metode pembelajaran kreativitas bermain komputer, sehingga strategi dan metode yang selama ini dikembangkan di dapat disempurnakan, dalam rangka menumbuhkan motivasi anak untuk bermain komputer.
Pendidik komputer harus selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuannya terutama dalam hal penguasaan dan penggunaan metode dan strategi yang tepat yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kreativitas anak dalam bermain komputer, sehingga pendidik diharapkan tidak ragu lagi dalam menerapkan strategi pembelajaran yang cocok untuk sekelompok anak atau perorangan yang memiliki karakteristik yang sama dan atau berbeda. Oleh karena itu, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mengelola Program Studi PGTK maupun Program Studi PAUD baik D-2 maupun S-1 yang ada sekarang ini dituntut melakukan pembinaan terhadap tenaga pendidik anak usia dini secara terus menerus dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga pendidik anak usia dini yang pada akhirnya akan tersedia sejumlah tenaga yang memadai, terampil, dan berkompeten dalam menerapkan dan mengembangkan metode belajar kolaboratif (collaorative learning) dalam aktivitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran kreativitas anak dalam bermain komputer.

Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka disampaikan lima buah saran atas temuan penelitian ini sebagai berikut:

  1. Tenaga Pendidik Komputer

    1. Upaya peningkatan potensi kreativitas bermain komputer anak pada taraf optimal, maka diperlukan pemilihan metode pembelajaran yang tepat dengan tetap memperhatikan faktor internal (motivasi bermain komputer) yang dimiliki anak. Untuk itu disarankan kepada tenaga pendidik komputer agar menggunakan metode pembelajaran kolaboratif, karena metode ini telah terbukti secara signifikan lebih efektif daripada metode pembelajaran mandiri dalam upaya meningkatkan kreativitas bermain komputer di pendidikan anak usia dini.
    2. Bagi kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer tinggi kiranya lebih tepat jika dalam kegiatan pembelajaran kreativitas bermain komputer digunakan metode pembelajaran kolaboratif. Namun berbeda dengan kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah dapat menggunakan kedua metode pembelajaran (kolaboratif maupun mandiri) dalam pembelajaran kreativitas bermain komputer untuk anak usia dini. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan secara signifikan kreativitas bermain komputer bagi kelompok anak yang memiliki motivasi bermain komputer rendah antara kelompok anak yang menggunakan metode pembelajaran kolaboratif dan metode pembelajaran mandiri

  1. Lembaga pendidikan anak usia dini
    Lembaga pendidkan anak usia dini hendaknya dapat mengadopsi inovasi dalam bidang pendidikan, khususnya dalam upaya menata kurikulum berbasis kreativitas melalui media komputer. Selain itu, hendaknya lebih intensif dalam upaya peningkatan kompetensi pendidik komputer baik melalui pelatihan maupun magang dalam bidang pembelajaran komputer.
  2. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah (SubDirektorat TK & PLB) dan Direktorat Pendidikan anak Usia Dini (PAUD)
    Kurikulum berbasis kreativitas belum banyak dikembangkan pada pendidikan usia dini (TK/RA ataupun TPA). Untuk itu, hasil penelitian ini merupakan masukan sebagai referensi dalam penyusunan kurikulum berbasis kreativitas, khususnya dalam pelajaran komputer untuk anak usia dini (TK/RA dan TPA).
  3. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
    LPTK penghasil tenaga pendidikan anak usia dini (PAUD) ataupun PGTK hendaknya dapat mengadopsi inovasi pendidikan dan pembelajaran melalui hasil penelitian untuk mahasiswa dan menambahkan satu kompetensi dalam kurikulum LPTK yaitu ”aplikasi komputer untuk pendidikan anak”. Hal ini dimaksudkan agar selain mahasiswa memiliki wawasan inovatif dalam pendidikan dan pembelajaran juga melek teknologi komputer yang berguna untuk dapat merancang pembelajaran berbasis komputer bagi anak prasekolah atau anak usia dini.
  4. Peneliti Pendidikan
    Penelitian yang telah dilakukan dalam studi ini, baru mengungkapkan sebagian kecil permasalahan yang berhubungan dengan kreativitas anak dalam bermain komputer. Dalam hal ini masih banyak lagi faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas anak dalam bermain komputer yang belum diungkapkan dalam penelitian ini. Untuk itu disarankan kepada peneliti pendidikan yang berminat untuk melakukan kajian atau penelitian lanjut yang lebih mendalam dan komprehensif, agar upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif anak sejak dini dapat ditingkatkan dengan optimal, misalnya dengan melakukan penelitian research and development pengembangan model synectics sebagai upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif anak usia dini, pengembangan model pembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir divergen dan kemampuan berpikir produktif sehingga fungsi belahan otak kanan daripada anak sejak dini dapat dikembangkan pada taraf optimal.


DAFTAR PUSTAKA
Ary, Donald, Jacobs Lucy Cheser, and Razavieh Asghar, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Terjemahan Arief Furchan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Austin Ann E. and Baldwin Roger G.. Faculty Collaboration, Enhancing the Quality of Scholarship and Teaching.Washington:ASHE Publisher. 1991.

Bloomberg Maton, Creativity: Theory and Research. New Haven. Conn. 1973.

Catherine & Glenn De Padua. Teaching Children, Computer Literacy. Jakarta: Elek Media Komputindo. 2006.

Campbell Donald T. & Stanley Julian C.. Experimental and Quasi-Experimental Designs for Research. Cicago: Rand Mcnally College Publishing Company, 1966.

Cook D. Thomas & Campbell T. Donald. Quasi-Experimentation, Design & Analysis Issues for Field Setting. Boston: Houghton Mifflin Company. 1979.

Craft Anna. Me-refresh Imajinasi & Kreativitas Anak-anak. (Terjemahan oleh Chaerul Annam). Depok: Cerdas Pustaka, 2004.

Dedi Supriyadi. Kreativitas, Kebudayaan, & Perkembangan IPTEK, Bandung: Alfabeta. 1994.

Gagnon Jr. George W., Collay Michell. Designing for Learning, Six elements in Constructivist Classrooms. Corwin Press.Inc: California, 2001.

Gokhale, Anuradha A. Collaborative Learning Enchance Critical Thinking. (http/scholar.lib.vt.edu/jounals/JTE/jte-v7n-1/gokhle.jte-v7n1).2004.

Gorman M. Richard. The Psychology of Classroom Learning. Colombus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company. 1974.

Hook Petter and Vass Andy. Creating Winning Classrooms. David Fulton Publishers. 2000.
Johnson David W. & Roger T. Johnson. Learning Together and Alone; Cooperative, Competitive, and Individualize Learning. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Pannen Paulina, Mustafa Dina, Sekarwinahyu Mestika.(2001). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Dikti, Depdiknas.

Paulus B Paul, Nijstad A. Bernard. Group Creativity: Innovation Through Collaboration. Oxford University Press. 2004.

Semiawan Conny R. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Grasindo, 1997.

Woolfolk Anita E, Nicolich Lorraine McCune. Educational Psychology for Teacher. New Jersey: Prentice Hall, Inc, 1984.

Label

Pernak Pernik

  • Lukisan Hati
  • Lain lain

Mobil Kesayanganku

Mobil Kesayanganku
Mitsubishi Galant V6 2.0 24Valve

Mengenai Saya

Foto saya
Ds Kaum Ds Subah Kab Batang, Jawa Tengah, Indonesia
Meski besar di desa tapi hati ini bahagia, subah bagaikan magnit permanen yang senantiasa menarikku kuat untuk selalu pulang dan menikmati keindahan desa-ku yang penuh kenangan indah baik suka maupun duka. Pada ortu yg telah membesarkan aku, aku sangat hormat dan taat pd nasehat mu, aku sangat mencintaimu bapak dan ibu. Salam hormat dan sungkem untukmu selalu, mudah-mudahan amalan perbuatanmu diterima disisih Allah SWT, Amiiin